Jakarta,Naratara.com — Di balik dinding megah Restoran Angke, sebuah peristiwa bersejarah berlangsung. Jumat, 18 Juli 2025, menjadi momen penting bagi Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI) yang secara resmi mendeklarasikan Lembaga Bantuan Hukum IPTI (LBH IPTI). Bukan sekadar peresmian, tapi sebuah peneguhan komitmen: berdiri untuk mereka yang tertindas dan tak bersuara.
Deklarasi ini disaksikan langsung oleh Notaris Ripin Winardi, dihadiri oleh jajaran pengurus IPTI dari pusat hingga daerah, serta para tamu kehormatan dari berbagai organisasi Tionghoa seperti LBH Dharmapala, INTI (Perhimpunan Indonesia Tionghoa), dan PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia). Doa lintas agama membuka acara—sebuah pengingat bahwa keadilan adalah milik semua golongan, tanpa sekat iman dan keyakinan.
Di tengah acara, tampil sosok muda yang menjadi pusat perhatian: Septeven Huang, atau Huang Wen Hua, nama Tionghoanya. Ia adalah Ketua LBH IPTI, seorang pengacara muda yang memilih jalur perjuangan lewat hukum.
“LBH ini kami bentuk untuk membantu saudara-saudara kita yang tertindas karena persoalan hukum. Kami berdiri di sisi keadilan, tanpa memandang latar belakang,” ujar Huang tegas, namun dengan nada penuh empati.
Yang menarik, lokasi deklarasi bukan dipilih secara kebetulan. Restoran Angke, yang berdiri tak jauh dari Kali Angke, menyimpan memori kelam yang tak bisa dihapus sejarah. Pada tahun 1740, tragedi berdarah terjadi di Batavia (kini Jakarta), ketika ribuan etnis Tionghoa dibantai oleh VOC. Tubuh-tubuh korban dibuang ke Kali Angke, menjadikannya sungai merah oleh darah.
“Saya tidak ingin sejarah itu terulang. Kita harus belajar dari luka masa lalu, dan menjadikannya pijakan untuk membela sesama yang tertindas hari ini, apa pun latar belakangnya,” tutur Huang dengan nada getir.
Ia menyebut bahwa inspirasi perjuangannya datang dari Kwan Kong, sosok dalam budaya Tionghoa yang dikenal sebagai lambang keadilan, kesetiaan, dan keberanian. Dalam tradisi spiritual, ia juga dikenal sebagai Bodhisattva Satyakalama, pelindung mereka yang berjuang menegakkan kebenaran.
Yen Yen Kuswati, Sekretaris Jenderal IPTI yang hadir mewakili Ketua Umum, menyampaikan harapan besar terhadap kiprah LBH IPTI.
“Kami ingin LBH IPTI menjadi jembatan hukum, bukan hanya untuk komunitas Tionghoa, tapi untuk siapa pun yang kesulitan memahami hukum dan mencari keadilan di negeri ini,” ujarnya.
LBH IPTI menegaskan posisinya sebagai lembaga non-partisan, tidak terafiliasi politik mana pun, serta terbuka untuk semua suku, agama, dan latar sosial. Visi mereka jelas: memperjuangkan hukum yang berpihak pada keadilan sejati, bukan hanya pada mereka yang punya akses dan kekuasaan.
Di tengah derasnya tantangan hukum dan sosial hari ini, lahirnya LBH IPTI memberi harapan baru. Bahwa keadilan bukan hanya kata-kata kosong di ruang pengadilan, tetapi bisa diwujudkan lewat aksi nyata—berpijak dari sejarah, melangkah untuk masa depan.(red)
Komentar